Header AD

header ads

CERPEN "MEMORY SANG BABU"




Wajah kusam yang di penuhi keringat membuat Wirda kehilangan selera makannya. Di tambah bau tengik yang kian tercium mengocok perut Wirda hingga ia hampir mual.

Pemandangan ini bukan pertama kalinya, setiap Wirda ingin makan, makanan tersebut selalu di hidangkan oleh babu tersebut. Rasa jengkel dan muak terus merasuki pikiran Wirda ketika bertemu babu itu.

Suatu hari sang babu membawa anaknya yang tak kalah dekil ke rumah Wirda karena di kampung sudah tak ada sanak keluarga. Sama dengan Wirda bocah laki-laki itu baru berumur tujuh tahun. 

Ia sangat hangat dan ceria, seringkali ia mengajak Wirda untuk bermain bersama namun, melihat penampilannya yang seperti anak jalanan membuat dirinya enggan berteman. Ia lebih memilih bermain sendiri di kamarnya ketimbang bermain bersama dengan bocah itu.

Seiring berjalannya waktu, sang babu dan anaknya hampir 3 tahun bekerja di rumah Wirda. Cara kerjanya tak pernah mengecewakan, sehingga ia terus di banjiri pujian terhadap orang tua Wirda. Sementara anaknya pun turut mengambil hati sang majikan. Ia adalah anak yang berbakti sekaligus anak yang cerdas.

Sepulang sekolah, bocah itu membantu ibunya menyelesaikan pekerjaan rumah. Meskipun usianya terbilang masih kecil namun keuletannya tak kalah dengan orang dewasa. 

Melihat hal ini orang tua Wirda kagum dan iba kepada mereka. Untuk meringankan beban hidup sang babu pendidikan anaknya akan di biayai oleh orang tua Wirda.

Anak sang babu di perlakukan seperti anak sendiri. Namun, sikap orang tua Wirda membuatnya iri dan jengkel. Sehingga ia melakukan berbagai cara agar sang babu dan anaknya di benci.

Semenjak saat itu sikap Wirda aneh, ia menjadi anak yang keras kepala. Ia tak pernah menghiraukan perkataan orang tuanya dan sikapnya kepada sang babu sangat kasar. Akhirnya sang babu pun mengundurkan diri karena tak ingin membebani sang majikan dan tidak tega melihat anaknya menderita.

Waktu terus berputar, 10 tahun kemudian usia Wirda sudah genap 20 tahun. Kini ia menjadi gadis yang cantik dan dewasa. 



Saat kuliah ia bertemu dengan seorang laki-laki tampan sekaligus mapan. Orangnya berkarisma, berprestasi dan berwibawa.

Karena satu jurusan, yakni perekonomian membuat Wirda dan pria itu semakin akrab dan menjalankan sebuah bisnis bersama. Semakin hari usahanya semakin maju dan semakin akrab pula.

Hal ini membuat mereka berpikir untuk ke jenjang yang lebih serius. Pria itu pun memperkenalkan Wirda kepada ibunya.

Tiba di rumahnya yang begitu megah nan mewah, Wirda menunggu di ruang tamu dan bertemu dengan ibu pria itu. Cahaya yang terpancar dari bola mata ibu pria itu serasa tidak begitu asing bagi Wirda begitu pun sebaliknya, ibu pria itu seperti mengenal Wirda.

 
"Kamu masih kuliah?" Tanya sang ibu.

"Mmm, iya bu." Jawab Wirda dengan nada rendah dan sopan.

"Ooh, orang tua kamu namanya siapa? Siapa tau saya kenal." 

"Papa saya namanya Pak Moechtar, kalo ibu saya Bu Liliana bu."

Mendengar nama itu, ibu dan pria itu langsung kaget.

"Kamu pernah mengusir seorang babu dan bocah lelaki?!"

Wirda heran dengan pertanyaan yang di lontarkan sang ibu yang di sertai dengan nada serius.

"Memangnya kenapa bu?" Sambung Wirda.

"Sudah kamu tinggal jawab, pernah atau tidak?"

"Eeh, iya bu"

"Kamu tahu tidak,babu yang kau usir dulu, itu adalah saya dan pria yang akan melamarmu sekarang."        

-THE END-


POIN DISKUSI :

Hai guys, gimana ceritanya bagus apa nggak? Semoga bisa hibur lho ya...

Tapi, kalau cuma jadi hiburan doank percuma, jadi supaya bisa dapat peajaran dari sini. Gw mau nanya, apa yang kalian bisa simpulkan dari cerita di atas?

Gw harap lho bisa jawab, karena ini salah satu poin diskusi kita. Dan supaya lho itu bisa dapat hikmah dari apa yang barusan lho lakuin. 

#orangpintarpastijawab :)
 

  
CERPEN "MEMORY SANG BABU" CERPEN "MEMORY SANG BABU" Reviewed by Unknown on Mei 07, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar

Post AD

home ads